PPKM “The Next Level“ Jawa-Bali : Kota-Kota Di Tengah Krisis

Muhammad Aziz Ali Mutia
5 min readJul 27, 2021

Pemerintah baru saja memperpanjang masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 sampai tanggal 2 Agustus 2021. Hal ini tentu sebagai respon kasus Covid-19 yang masih diatas 30.000 kasus hariannya dan angka kematian yang masih diatas 1000/hari. Tidak ada kebijakan yang dapat menyenangkan semua pihak, perpanjangan masa PPKM bagi sebagian orang berarti kembali harus berjuang bertahan hidup di tengah ekonomi yang tidak pasti ini.

Berdasarkan konferensi pers Bapak Presiden dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 dan Level 3 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali, kegiatan masyarakat dilakukan dengan pengaturan yang masih sangat ketat.

  1. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara online;
  2. Work From Home sektor non esensial;
  3. Kegiatan di sektor esensial (keuangan dan perbankan), pasar modal, teknologi informasi, perhotelan, industri orientasi ekspor yang dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50%;
  4. Esensial pada pemerintahan dengan maksimal 25% Work From Office (WFO);
  5. Supermarket, pasar tradisional, toko kelontong dan pasar swalayan dibatasi hanya sampai pukul 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50%;
  6. Kegiatan makan/minum di warung makan terbuka maksimal 20 menit;
  7. Kegiatan makan/minum di warung makan tertutup (di dalam gedung) tidak diperbolehkan dine-in;
  8. Pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup sementara;
  9. Tempat ibadah tidak mengadakan kegiatan keagamaan;
  10. Fasilitas umum dan tempat wisata umum ditutup sementara;
  11. Lokasi seni, budaya, sarana olahraga ditutup sementara;
  12. Transportasi umum dengan kapasitas maksimal 50%;
  13. Resepsi pernikahan ditiadakan;
  14. Perjalanan harus menunjukan kartu vaksin, hasil PCR H-2 (pesawat) dan antigen H-1 (moda transportasi lainnya);
Pengaturan PPKM Level 4, sumber : CNBC Indonesia

Memang sebuah dilema, pemberlakukan PPKM dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19, namun disisi lain PPKM juga menjadikan pelemahan di berbagai sektor ekonomi. Masyarakat yang bekerja di sektor-sektor yang mengalami pembatasan kegiatan tentu paling mengalami dampaknya. Mereka yang bekerja di kafe, hotel, mall hingga sektor transportasi tentu paling mendapatkan dampak dari kebijakan PPKM ini.

Kebijakan PPKM membuat masyarakat yang bekerja di sektor rentan bergejolak, seperti yang terjadi di Kota Bandung, 21 Juli 2021. Aksi penolakan PPKM oleh masa gabungan pelajar, mahasiswa, pedagang dan ojol meramaikan jalanan Kota Bandung kala itu.

Aksi Menolak PPKM di Kota Bandung, sumber : Republika

Apabila dirinci secara mendalam dari 17 Lapangan Usaha menopang PDRB, terdapat 3 Lapangan Usaha yang paling berpengaruh dengan adanya PPKM, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Transportasi dan Pergudangan dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum.

Perdagangan besar dan eceran meliputi penjualan secara grosir dan eceran melalui toko, department store, kios, mail order houses, penjual dari pintu ke pintu, pedagang keliling, koperasi konsumsi dan rumah pelelangan. Kebijakan PPKM yang memberlakukan mall ditutup sementara tentu membuat sektor ini akan sangat terkontraksi.

Kategori transportasi dan pergudangan mencakup penyediaan angkutan penumpang atau barang dengan menggunakan rel, saluran pipa, jalan darat, air dan udara. Pembatasan-pembatasan perjalanan melalui persyaratan perjalanan yang ketat hingga adanya penyekatan tentu membuat mobilitas masyarakat akan menurun drastis. Tentu saja, sektor ini menjadi salah satu yang paling terdampak kebijakan PPKM.

Kategori penyedia akomodasi dan makan minum meliputi hotel berbintang maupun tidak berbintang, losmen, motel serta kegiatan penyediaan makanan dan minuman bagi para tamu. Penyedia makan dan minum termasuk pelayanan makan minum seperti restoran tradisional, restoran self service atau restoran take away. Larangan dine in tentu membuat sektor ini harus berjuang untuk dapat bertahan.

Apabila kebijakan PPKM akan terus dipertahankan, tentu saja kota-kota yang memiliki basis ekonomi di sektor-sektor tersebut menjadi yang paling berpotensi collapse.

Sumber : BPS, 2019

Kota Sukabumi, Kota Surabaya, Kota Cirebon, Kota Probolinggo, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Pasuruan, Kota Denpasar dan Kota Mojokerto merupakan kota-kota yang paling berpotensi tertekan apabila kebijakan PPKM terus diperlakukan. Hal ini karena kota-kota tersebut mengandalkan lebih dari 40% share PDRBnya dari sektor-sektor yang paling terdampak kebijakan PPKM. Sementara itu, Kota Kediri dan Kota Cilegon menjadi kota yang paling tidak terdampak langsung terhadap kebijakan PPKM. Kota Kediri dan Kota Cilegon merupakan basis industri sehingga share PDRB di sektor-sektor terdampak kebijakan PPKM hanya dibawah 20%.

Sumber : BPS, 2019

Kota Sukabumi menjadi kota yang berpotensi paling collapse apabila kebijakan PPKM terus diberlakukan. Hal ini karena 52,39% perekonomian Kota Sukabumi ditopang oleh tiga sektor yang paling terdampak PPKM dengan 38,6% share PDRBnya ditopang oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.

Sementara itu, pembatasan-pembatasan di sektor transportasi menjadikan perekonomian di Kota Tangerang paling terimbas langsung. 30,96% perekonomian di Kota Tangerang ditopang oleh sektor transportasi dan pergudangan yang berasal dari aktivitas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Apabila mobilitas masyarakat terus dibatasi, tentu saja perekonomian di Kota Tangerang akan semakin memburuk.

Pembatasan mobilitas juga mengakibatkan rendahnya okupansi hotel. Kota Denpasar sebagai kota dengan basis penyediaan akomodasi dan makan minum akan paling terkena dampaknya. 28,19% perekonomian Kota Denpasar ditopang oleh sektor ini sehingga apabila terus diberlakukan PPKM maka kondisi perekonomia di Kota Denpasar akan terus terkontraksi.

Berbagai upaya tentu telah dilakukan oleh Pemerintah terutama di kota-kota yang paling berpotensi collapse tersebut. Sayangnya komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota-kota tersebut tentu juga berkurang drastis dengan melemahnya perekonomian yang menjadi basisnya. Padahal masyarakat yang bergerak di sektor-sektor tersebut sangat memerlukan bantuan sosial hanya untuk sekedar makan keluarganya.

Belum lagi, tahun 2020 kota-kota tersebut juga telah mengalami kontraksi ekonomi yang cukup dalam akibat berbagai pembatasan pergerakan masyarakat. Kota Denpasar dan Kota Tangerang menjadi kota yang mengalami kontraksi terdalam sepanjang 2020, perekonomian Kota Denpasar melemah hingga 9,42% dari tahun 2019, sementara Kota Tangerang melemah hingga 6,92%. Pelemahan ini berpotensi akan terus terjadi apabila kebijakan PPKM masih terus berlangsung.

Sumber : BPS, 2020

Pada akhirnya, PPKM tentu menjadi secercah harapan untuk menekan laju kasus Covid-19 di Indonesia. Namun disisi lain, ada masyarakat yang harus berjuang demi bertahan hidup. Sama sekali tidak mudah bagi pemimpin daerah meramu kebijakan terbaik disaat kondisi seperti ini, terlebih di kota-kota yang basis ekonominya paling terganggu. Dengan segala keterbatasan APBD, mereka harus memastikan warganya baik-baik saja, dari aspek kesehatan maupun ekonominya. Apresiasi tertinggi untuk mereka.

Semoga segera pulih, Indonesia!

Jakarta, 27 Juli 2021

Salam,

Muhammad Aziz Ali Mutia

Referensi :

--

--